0

Homeschooling Anak Usia Dini

Homeschooling adalah model pembelajaran di rumah dengan orang tua sebagai guru utama dan bisa juga mendatangkan guru pendamping atau tutor untuk datang ke rumah. Homeschooling juga bukan berarti kegiatannya selalu dilaksanakan di rumah, siswa dapat belajar di alam bebas baik di laboratorium, perpustakaan, museum, tempat wisata, dan lingkungan sekitarnya. Tetapi inti dari homeschooling tetap yaitu model pendidikan yang dilaksanakan di rumah dengan orang tua sebagai guru utama.

Pada anak usia dini, homeschooling sudah mereka lakukan sejak lahir. Mereka belajar tengkurap sendiri, bubbling, merangkak, berdiri, berlari semua murni diajarkan oleh orangtua masing masing. Begitu anak anak ini sudah mulai berjalan, akhirnya banyak orangtua memasukkan anaknya ke daycare. Bahkan ada orangtua yang memasukkan anak ke daycare dari bayi usia 2 bulan. Karena orangtua membutuhkan mitra untuk pengasuhan, pendidikan anaknya selama anak anak ini ditinggalkan bekerja. Daycare melakukan homeschooling anak usia dini. Mereka datang untuk belajar dan bermain bersama dengan merdeka.

Daycare adalah tempat anak anak usia dini berhomeschooling. Di mana anak anak belajar etika, belajar bersosialisasi, belajar membentuk karakter individual masing masing. Mulai dari mengenal instruksi sederhana, aturan sederhana, aturan bermain bersama dan juga saling memberi menerima dan bekerjasama dalam team.
Pembelajaran akademik juga diadakan di daycare. Sesuai dengan parameter perkembangan masing masing anak. Mencoret, mengenal warna, mengenal huruf angka, menggunting, menempel dan bermain logika, bermain peran semua dilakukan dan bisa dilaksanakan di daycare.
Pembelajaran lain yaitu kemandirian, anak belajar bermain tanpa ditemani orangtua. Belajar makan sendiri, mandi sendiri, toilet training, mengenakan pakaian dan mengurus dirinya sendiri.

Pengajar di daycare biasanya adalah guru guru yang sudah paham akan keadaan anak usia dini dengan beragam kondisi pola asuh yang berbeda beda. Yang juga bisa dibaca dan bisa dipahami ketika anak anak usia dini ini melakukan kegiatan atau bermain.

0

TEKNIS DAN PENERAPAN DISIPLIN PADA ANAK USIA DINI

Disiplin untuk orang dewasa biasanya cukup diberikan aturan dan mereka akan mengikutinya. Berbeda dengan anak usia dini yang jangankan tahu kata disiplin, mengertipun harus diarahkan. Karena anak usia dini itu belum tahu arti disiplind an turan aturan main yang mendekati tentang itu. Disiplin untuk anak usia dini diawali dengan pemahaman akan instruksi sederhana yang biasanya sudah mereka kenal di awal.
Misalnya ; makan, mandi, duduk, buang sampah dst.

Umumnya disiplin pasi berhubuhngan erat dengan yang namanya ketaatan. Penerapan disiplin dan ketaatan pada anak sebaiknya dimulai sejak usia dini. Anak usia dini adalah masa di mana anak belajar dan mengembangkan perilaku, kemampuan, dan sikap. Oleh karena itu, merupakan waktu yang baik untuk memperkenalkan konsep-konsep seperti aturan, batasan, dan tanggung jawab kepada anak.

Sejak usia dini, orang tua dapat memberikan aturan dan batasan yang jelas, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka, memberikan contoh yang baik, memberikan pujian dan pengakuan ketika anak melakukan perilaku yang diinginkan, dan menggunakan hukuman yang konstruktif jika diperlukan.

Namun, penerapan disiplin dan ketaatan pada anak usia dini harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan perkembangan anak. Anak usia dini masih dalam tahap belajar dan mengembangkan kemampuan berpikir dan emosi mereka. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan cara yang tepat dalam mengajarkan disiplin dan ketaatan kepada mereka. Misalnya, menghindari hukuman fisik yang kasar dan tidak memahami kebutuhan dan perasaan anak.

Karena tujuan utama penerapan disiplin dan ketaatan pada anak usia dini adalah tentang membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis, tanggung jawab, empati, dan kemandirian sehingga mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, berdisiplin, dan taat pada aturan.

Mendisiplinkan anak anak usia dini membutuhkan metode dan teknis yang tepat. Tidak bisa tergesa gesa. Ada beberapa teknis untuk menerapkan disiplin pada anak usia dini tanpa kekerasan.

Ada beberapa hal penting lainnya yang perlu diperhatikan terkait dengan topik disiplin dan ketaatan pada anak, antara lain:

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan mengenai teknis dan penerapan disiplin pada anak, antara lain:

Konsistensi dan keteladanan
Konsistensi dalam memberikan aturan dan konsekuensi yang sama pada setiap kesempatan adalah penting dalam mengembangkan perilaku disiplin dan ketaatan pada anak. Selain itu, sebagai orang dewasa, kita harus memberikan keteladanan dengan menunjukkan perilaku yang diharapkan pada anak.

Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif dapat membantu anak memahami batasan dan konsekuensi dari perilaku mereka. Dalam berkomunikasi, kita harus menggunakan bahasa yang jelas, lugas, dan mudah dimengerti oleh anak.

Menghargai perbedaan individu
Setiap anak memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam memberikan disiplin dan mengajarkan ketaatan pada aturan, kita perlu memahami perbedaan individu dan memberikan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.

Memberikan dukungan dan penguatan positif
Selain memberikan konsekuensi yang tegas, kita juga perlu memberikan dukungan dan penguatan positif pada anak ketika mereka melakukan perilaku yang diharapkan. Hal ini dapat membantu anak memahami bahwa perilaku yang diharapkan adalah perilaku yang positif dan memberikan kepuasan dan penghargaan.

Mengajarkan keterampilan sosial dan emosional
Keterampilan sosial dan emosional sangat penting dalam mengembangkan perilaku disiplin dan ketaatan pada aturan. Oleh karena itu, kita perlu mengajarkan anak keterampilan sosial dan emosional seperti empati, pengendalian diri, dan pemecahan masalah, sehingga anak dapat belajar bagaimana berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara positif dan efektif.

Menghindari hukuman yang berlebihan dan kekerasan
Kita harus menghindari hukuman yang berlebihan dan kekerasan dalam upaya mendisiplinkan anak. Hukuman yang berlebihan dan kekerasan dapat merusak kepercayaan diri dan kepercayaan anak pada orang dewasa, dan memperburuk perilaku anak. Sebaliknya, kita perlu menggunakan pendekatan yang konstruktif dan mendukung untuk membantu anak mengembangkan perilaku disiplin dan ketaatan pada aturan.

Anak yang disiplin cenderung taat pada aturan karena mereka sudah terbiasa mengikuti aturan dan batasan yang telah ditetapkan. Mereka juga telah melatih diri untuk mengontrol diri dan bertanggung jawab atas perilaku mereka.

0

NYAMAN MEMBAWA ANAK BEPERGIAN

Banyak orangtua pasti merasa kerepotan jika harus bepergian mengajak/membawa anak usia dini. Apalagi anak yang masih bayi. Beberapa orangtua sangat santai dan juga ada beberapa yang mempersiapkan semua dengan baik. Sampai sampi,bekalnya berkoper koper cuma membawa satu bayi dan membutuhkan efort saat memakai angkutan umum.

Bepergian, bagi banyak orang itu adalah hal yang menyenangkan. Liburan istilahnya ya. Tapi bagi beberapa orangtua yang memiliki anak, terutama untuk anak usia dini itu jadi tantangan tersendiri. Pada dasarnya anak usia dini itu masih sangat rentan dalam perjalanan jauh. Apalagi kalau masih bayi. Membutuhkan banyak sekali perhatian karena badannya masih ringkih dan belum sekuat anak anak yang sudah lebih besar.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk para orangtua yang ingin mengajak anaknya keluar sekedar bertamu atau pertemuan keluarga besar.
Antara lain :
1. Alat transportasi yang dipakai. Pastikan alat transportasi yang dipakai aman dan nyaman untuk balita / anak. Jika perjalanan jauh menggunakan alat transportasi darat misalnya mobil atau motor, periksa map dan bisa sesekali berhenti di rest area terdekat untuk beristirahat dan memberikan anak kesempatan untuk melemaskan ototnya. Untuk transportasi udara, pastikan duduk dekat lorong supaya lebih mudah keluar masuk untuk anak berjalan. Atau susui anak supaya tidak terpengaruh pada tekanan yang rawan untuk telinganya.
2. Durasi / lama perjalanan. Perjalanan yang lama bisa membuat anak kelelahan dan rawan stress.
3. Persiapkan kebutuhan anak dalam perjalanan. Termasuk makanan, minuman, diapers dll.
4. Gunakan pakaian yang nyaman. Pakaian yang nyaman membuat anak juga lebih nyaman dan tenang ketika berada dalam perjalanan.
5. Tidak terburu buru ketika akan melakukan perjalanan. Sesuaikan dengan anak.
6. Tidak memaksa anak untuk langsung kenal dengan semua anggota keluarga. Karena kadang anak anak agak sulit beradaptasi dengan hal baru dan lingkungan baru.
7. Jika anak rewel, tenanglah. Anak rewel pasti ada sebabnya, kelelahan misalnya, lapar, mengantuk dan tidak sehat. Sikapi dengan lebih tenang.
8. Pilihlah tempat penginapan yang nyaman untuk anak dan keluarga.

Anak anak yang sehat akan selalu ceria dan berbinar karena keingintahuannya yang besar. Perjalanan yang menyenangkan akan menjadi pembelajaran pengalaman panjang dalam hidupnya. Berikan pengalaman seru dan menyenangkan untuk anak.

**note : ini sudah pernah dibahas saat moment lebaran yang lalu, dimana semua orang sudah mulai mudik karena sudah lepas pembatasn covid dan bisa ditonton di link ini :
https://www.youtube.com/live/WUKmGIS3x6o?si=b5gtgja4RK-Hqp_a


0

EMOSI DAN DAMPAKNYA PADA PERILAKU ANAK

Pada masa pertumbuhannya, anak usia dini memiliki sifat ingin tahu yang lebih besar daripada anak anak lain yang berusia lebih tua dari mereka. Sifat ingin tahu ini biasanya yang memicu emosi orangtua atau guru/pengasuh yang mendampingi mereka setiap hari.

Anak usia dini, karena belum memiliki gambaran apapun mengenai hal hal lain di luar lingkaran pergaulannya seringkali mencontoh perilaku dan emosi yang dilihat atau didengar. Contoh ini bisa perilaku baik dan juga perilaku buruk.

Pada beberapa kasus, anak dengan orangtua yang sibuk juga mengalami kekerasan emosi dan selalu drama ketika berada di lingkungan yang baru. Misalnya ke daycare.

Nggak semua anak yang dikirim ke daycare itu adalah anak yang bahagia, anak yang diperhatikan orangtuanya, atau anak anak yang memang terpaksa ditinggalkan karena orangtua harus bekerja. Ada juga anak anak yang karena dianggap bermasalah di rumah, lalu mau nggak mau dititipkan di daycare untuk dididik dan diasuh di sana.

Seperti beberapa waktu yang lalu, ada anak yang masuk ke daycare dengan keadaan seperti itu. Usia anak 4 th. Laki laki. Orangtua datang mendadak, dan survey sebentar lalu ngobrol. Biasa tho, wawancara wajib orangtua. Pertanyaannyapun pertanyaan dasar yang biasa ditanyakan pada semua orangtua. Mengenai pola asuh di rumah, pertumbuhannya bagaimana, lahir normal atau tidak, perkembangan motorik, perkembangan oralnya dan jika tidak bersama orangtua bermain bersama siapa. Kemudian masalahnya apa sampai anak harus ke daycare.

Sepanjang wawancara, orangtuanya hanya bilang anaknya hiperaktif, sering mencari alasan kalau disuruh, anaknya susah dikasih tahu dan intinya bermasalah. 🤔

Sejatinya, anak usia dini itu bergerak dengan mencontoh, melihat dan mendengarkan lingkungannya. Memang dia nanti akan belajar memanipulasi, jika dia merasa tertekan. Tapi, cara memanipulasinya juga nggak seperti orang dewasa. Misalnya; dia bercerita berdasarkan imajinasinya yang kadang sesuai atau berlebihan dengan kenyataan atau ceritanya bercampur antara yang nyata dan yang tidak nyata/berlebihan. Ada juga yang melukis dengan kasar, kemudian sering melempar cat airnya, mematahkan kuas. Nah, manipulasi yang paling sering dan umum itu berbohong atau bercerita berlebihan.

Karena orangtua ini keukeuh tetep mau menitipkan anaknya, maka sesuai aturan daycare anak harus ditrial dulu. Menjalani masa observasi dulu. Untuk mengetahui kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungan, beradaptasi sosial dan juga kemandiriannya.

Selama masa observasi, anak memang tidak tenang. Cenderung aktif dan suka melakukan aksi kekerasan pada teman main bersama. Memukul, menendang, meludah bahkan melempar dan menangis/tantrum. Untuk menenangkannya, guru dan fasilitator memisahkannya dengan teman temannya terlebih dulu. Membiarkannya mengamuk, marah dan menangis dengan pengawasan. Kemudian tidak lama, sudah berhenti. Guru duduk di hadapannya. Menanyakan apakah sudah siap main atau belum. Masih mau marah nangis atau tidak. Kalau masih mau ya akan ditemani. Anak itu menggeleng. Ok. berarti sebenernya anak ini sudah paham instruksi dan paham juga aturan. Hanya dia bingung cara melampiaskan jika emosinya meluap.

Sepanjang hari observasi hari pertama ya gitu, harus kerja keras deh. 😄

Hari kedua, observasi didapati anak punya banyak bekas memar. Di pipi, di paha, di lengan. Orangtuad dipanggil dan ditanya ke ayah ibunya pas mengantar, orangtua menyampaikan anaknya terbentur dan jatuh. Tapi pas main bareng kami, anak itu ditanya dan jawabannya bikin sedih.
‘kenapa pipimu ?’
‘dicubit mama’
‘sakit..?’
dia mengangguk ketika diusap pipi lebamnya.
‘ini paha dan lenganmu juga..?’
dia mengangguk lagi.
Ini jadi bahan evaluasi para guru dan fasil. Wajar saja anaknya memiliki emosi yang tidak stabil, suka memukul dan juga pemarah. Anak ini memiliki role model yang salah. Dan tampaknya orangtuanya harus ke psikolog untuk konseling masalah dirinya sebelum mengasuh anak dengan benar.

Setelah masa observasi selesai, maka disampaikan hasil observasinya kepada orangtua. Orangtua menanggapi hasil observasi dengan datar aja. Dan disampaikan, sebaiknya orangtua mengikuti sessi teraphy perilaku dan berkonsultasi dengan psikolog. Demikian juga anaknya. Mumpung belum terlalu dalam dan parah. Kalaupun anaknya tetap mau di daycare ya orangtua harus mulai berubah.

Jadi nggak semua anak yang masuk di daycare itu semua baik baik aja. Demikian juga orangtuanya. Daycare harus siap dengan hal hal seperti itu.

Kembali ke bentuk emosi ornag dewasa tadi. Sebenernya gimana sih..?

Emosi orang dewasa disekitar anak anak usia dini akan sangat berdampak pada perilaku dan juga emosinya. Berikut ini adalah beberapa cara emosi orangtua dapat memengaruhi perilaku anak antara lain :

Sebagai Model Perilaku
Setiap anak terlahir dengan meniru, mencontoh, mendengar dan praktek langsung apa yang dilihatnya. Anak-anak cenderung meniru perilaku orangtua mereka. Jika orangtua menunjukkan respons emosional yang sehat dan efektif dalam mengatasi stres atau konflik, anak-anak dapat belajar cara yang sama.

Bounding
Hubungan emosional yang positif antara orangtua dan anak dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak. Sebaliknya, konflik dan ketegangan dalam hubungan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak.

Kemampuan Mengatasi Stress
Kemampuan orangtua untuk mengelola stres dan tekanan dapat memengaruhi tingkat kesejahteraan anak. Anak-anak dapat belajar cara mengatasi stres dari contoh orangtua mereka.

Kestabilan Emosi Orangtua
Jika orangtua mengalami kesulitan emosional, seperti depresi atau kecemasan, hal ini dapat berdampak pada interaksi mereka dengan anak-anak dan mengarah pada perubahan perilaku anak.

Dukungan Emosional
Anak-anak yang merasakan dukungan emosional dari orangtua cenderung mengembangkan tingkat kepercayaan diri dan kemampuan sosial yang lebih baik di lingkungan kecil maupun lingkungan besarnya.

Setiap anak dan setiap keluarga itu unik, dan ada berbagai faktor yang bisa mepengaruhi perkembangan anak. Tapi, peran orangtua dalam membentuk lingkungan emosional yang positif bisa memberikan dampak yang penting pada perilaku anak anak.

note:
pembahasan ini sudah pernah ada di Youtube
link : https://www.youtube.com/live/fjR3QvOo9_0?si=wWmgQtkSttU9-gC5

0

POLA ASUH DAN KARAKTER ANAK USIA DINI

Pola asuh berperan sangat signifikan pada pembentukan karakter untuk anak usia dini. Dimana anak usia dini masih membutuhkan sosok untuk ditiru, dicontoh dan didengarkan. Pada anak usia dini, pola asuh bisa membentuk karakter anak.

Dalam praktetk dan teorinya, ada beberapa jenis pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Yang akan mempengaruhi pembentukan karakter tiap anak.

Contoh pola asuh itu antara lain :

1. Otoritatif  atau yang sering disebut dengan pola asuh demokratis.

    Pengasuhan tipe ini berpusat pada anak, dan sikap orangtua yang melakukan cara mengasuh anak dengan pendekatan seperti ini bersikap hangat dan mengayomi anak. Orangtua yang menerapkan cara mengasuh otoritatif memiliki harapan yang tinggi pada anak untuk mematuhi aturan dan arahan orangtua, namun tetap mengedepankan dialog antara anak dan orangtua mengenai aturan dan tingkah laku keduabelah pihak. Pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk mandiri dan bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Seperti mulai memberikan anak tugas masing-masing untuk membersihkan rumah ketika anak makin bertambah besar. Anak-anak dengan pola pengasuhan otoritatif cenderung lebih ceria, mandiri, mampu mengontrol diri, beradaptasi dengan stress dan bekerja sama dengan orang yang lebih dewasa. Mereka akan lebih berpeluang berhasil, berprestasi dalam akademis sehingga lebih disukai teman sebaya dan guru. Banyak penelitian yang menyebutkan, bahwa tipe pengasuhan otoritatif adalah yang terbaik untuk diterapkan pada anak.

    2. Otoritarian atau pola asuh otoriter

    Gaya pengasuhan ini ditandai dengan aturan orangtua yang kaku dan harapan tinggi untuk diikuti anak tanpa syarat. Pengasuhan tipe ini adalah pengasuhan yang otoriter dan orangtua bersikap kurang responsif terhadap kebutuhan anak untuk berdialog. Orangtua banyak menaruh harapan yang tinggi agar anak mematuhi aturan dan arahan tanpa adanya penjelasan. Karakteristik gaya pengasuhan seperti ini umumnya orangtua memiliki aturan yang ketat, sangat menuntut tetapi tidak responsif, dan tidak memberi anak-anak pilihan. Dan jika tidak dilakukan maka orangtua cenderung menjatuhkan hukuman pada anak dengan kekerasan fisik, verbal atau emosional terhadap anak. Anak-anak dengan pengasuhan otoritarian biasanya kurang gembira, mudah takut dan cemas. Rasa ingin tahu dan spontanitas mereka sangat kurang. Cara mengasuh anak otoriter akan membuat anak kurang percaya diri, lebih suka menarik diri dalam pergaulan dan kurang terampil dalam berkomunikasi. Efek dari pola asuh ini dapat membuat anak-anak memiliki perilaku yang lebih agresif di luar rumah, mengalami kesulitan dalam situasi sosial, dan tidak percaya diri di sekitar orang lain Mereka cenderung akan melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan orangtua saat mereka dewasa, seperti menyalahgunakan obat-obatan, alkohol atau seks bebas. Bahkan, anak-anak yang terpapar gaya pengasuhan seperti ini berisiko tidak berprestasi di sekolah. Dan memiliki kemungkinan juga akan menikahi pasangan yang tidak disetujui oleh orangtua dan lebih memilih untuk menjauhi orangtua mereka kala mereka sudah dewasa.

    3. Indulgent atau pola asuh permisif

      Pola asuh permisif dapat disebut sebagai pola asuh yang toleran atau penuh kesabaran. Pengasuhan tipe ini adalah kebalikan dari pengasuhan otoritarian, karena lebih bersifat tanpa arahan dan serba boleh. Ciri-ciri gaya pengasuhan ini adalah memiliki beberapa aturan atau standar perilaku, aturan bisa tidak konsisten, jangan berharap terlalu banyak dari anak, dan terus mengasuh dan mencintai anak-anak. Orangtua dengan cara mengasuh ini selalu mencurahkan kehangatan yang  berlebihan, serta memberikan semua keinginan anak agar anak menyukai mereka, namun dengan sedikit kontrol.

      Anak-anak dari cara pengasuhan tipe ini, cenderung akan mendominasi, sukar dikontrol dan cenderung selalu menyalahkan orang lain. Efek dari gaya pengasuhan ini adalah bahwa anak-anak akan kekurangan disiplin diri, memiliki keterampilan sosial yang buruk, akan sangat menuntut dan merasa tidak aman. Tak heran anak-anak dengan pengasuhan serba boleh akan kesulitan memperoleh teman, tidak dapat bertanggung jawab dan akan menempel terus dengan orangtua hingga dewasa.

      4. Neglectful atau pola asuh pembiaran

      Pola asuh yang tidak terlibat atau pola asuh yang tidak diperhatikan adalah gaya pengasuhan yang paling berbahaya. Dalam pengasuhan ini orangtua abai dan tidak memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, baik fisik maupun psikis. Orangtua berharap anak-anak bisa membesarkan diri mereka sendiri, tidak mau terlibat dalam kehidupan anak atau bisa dikatakan tidak memperdulikan anak, sehingga ada jarak antara orangtua dan anak. Orangtua masih menyediakan kebutuhan dasar anak, tapi tidak memberikan dukungan, kontrol dan nasihat. Orangtua dengan pola asuh ini cenderung hanya sedikit atau sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan atau diinginkan anak-anak mereka. Sebagian besar kasus ini terjadi, karena kondisi kesehatan mental orangtua atau penyalahgunaan zat adiktif yang dikonsumsi atau hal lain terkait psikologis orangtua di masa lalu.

      Anak-anak yang terpapar gaya pengasuhan seperti ini tentu tidak merasa bahagia dalam hidup mereka, cenderung tidak berprestasi baik di bidang akademik, dan tidak percaya diri dan akan membuat anak menjadi tidak matang dan memiliki harga diri yang rendah. Mereka cenderung cepat depresi, antisosial dan terlibat dalam perilaku seksual.

      Di daycare, anak anak akan bisa dilihat dari pola asuh yang diterapkan di rumah oleh orangtuanya. Ada anak yang manja, ada anak yang semaunya sendiri, suka memukul, menggigit atau bahkan ada yang suka mengancam atau memanipulasi keadaan. Anak anak mulai diajari perlahan di daycare, untuk yang manja dan semaunya sendiri diberikan teraphy perilaku. Bagaimana caranya mengelola emosi, menyampaikan permintaan tolong dan maaf dengan baik. Demikian juga dnegan anak yang suka menggigit, mengancam. Untuk yang suka drama dan manipulasi keadaan diajarkan untuk menceritakan, bernarasi dengan baik dan jujur. Tapi semua anak belajar dengan baik. Karena mereka masih usia dini dan bisa diarahkan.

      Untuk orangtua bagaimana..? untuk orangtua ada yang namanya berbagi wawasan parenting tiap sabtu. Ada group khusus orangtua tiap anak yang bisa menyampaikan semua hal mengenai pola asuh di rumah dan yang di daycare. Supaya bisa saling mendukung. Untuk optimalisasi perkembangan anak di rumah dan di lingkungannya.

      note :
      Topik ini pernah di bahas di Youtube radio RPK
      link : https://www.youtube.com/live/ZTHGMAGKRA0?si=YzZBa3IGxOdYbDG7